Kamis, 11 Desember 2014

DONGENG TEGODEK-GODEK DAN TETUNTEL-TUNTEL


Teringat masa kecilku, sembilan belas tahun yang lalu pada waktu aku berumur empat tahun , aku selalu ditemani almarhum kakek dan hampir setiap malam sebelum aku tidur kakek selalu mendongengi aku untuk mnegantarkanku bertemu dengan mimpi-mimpi malam.
Dongeng yang paling aku senangi dari puluhan dongeng kakeku adalah tentang dua ekor binatang sebut saja tegodek-godek dan tetuntel-tuntel. tegodek-godek adalah seokor monyet, sedangkan tetuntel-tuntel adalah seekor katak.
Waktu itu, aku masih ingat persis pada malam jumat selesai solat isa, kakek memnyuruhku untuk cepat-cepat mengambil selimut dan menghampirinya ditempat tidur , ternyata kakek sudah menungguku untuk berdongeng.
“cucuku,,, hujan kok tak berhenti ya dari tadi siang”, tiba-tiba kakek berkata begitu. Seperti malam-malam yang telah berlalu kakek selalu bertanya tentang cita-citaku nanti, kalau sudah besar dan jawabanku tetatap saja sama “aku ingin menjadi haji kek” itu jawabanku yang tak pernah aku lupakan dan tiba-tiba kakeku memulai ceritanya.
“cucuku,,,pada zaman dahulu hidup dua ekor binatang tegodek-godek dan tetuntel-tuntel keduanya berteman akrab dan keduanya hidup dihutan pinggir sungai. Pada sore hari selesai hujan si tegodek-godek ceritanya mengajak tetuntel-tuntel untuk menunggu pisang yang hanyut terbawa arus sungai yang deras dari hutan. Keduanya pun jalan menuju kearah sungai, sambil bertanya tetuntel-tuntel kepada tegodek-godek “tegodek-godek,,,kira-kira ada tidak ya sekarang makanan yang di kirimkan tuhan untuk kita, aku sudah lapar sekali dari tadi pagi aku belum makan,? Tegodek-godek pun menjawab sambil meyakinkan tetuntel-tuntel “pasti ada, karena dari tadi pagi hujan besar sekali”.
Belum sampai di sungai, kira-kira dua puluh meter lagi tiba-tiba tetuntel-tuntel melihat dari jauh ada sebatang pohon pisang yang hanyut dan terhalang bebatuan, lalu tetuntel-tuntel pun dengan nada keras dan penuh semangat berkata, “tegodek-godek coba kamu liat itu di pinggir kali dekat batu yang besar, sepertinya ada pohon pisang yang hanyut”, “ow ya ayok cepat kita angkat dia”. Tegodek-godek dan tetuntel-tuntel pun berlari kearah sungai dan setibanya disana, tegodek-godek dan tetuntel-tuntel pun mengangkat pohon pisang tersebut. Dengan nada sedikit kecewa tegodek-godek berkata “waduh sayang ya pisangnya belum matang kita tidak bisa makan langsung”, “ya ya bagaimana ini, kita bawa pulang saja ayok untuk kita simpan dirumah bsok kalu sudah matang kita makan sama-sama” jawab tetuntel-tuntel.
“tetuntel-tuntel,,,kita potong dan bagi disini saja pohon pisang ini kita potong jadi dua  ya, karena badanku besar waktu kita mengangkatnya tadi tenagaku juga besar jadi, aku berhak mendapatkan buahnya dankamu mendapatkan pohonya beserta akarnya”.
Kata kakeku, tegodek-godek bersifat rakus dan mau menang sendiri sedangkan tetuntel-tuntel bersifat penyabar dan menerima apa adanya semua keputusan tegodek-godek.
Sesampainya mereka di hutan kedunyapun menanam pohon pisang yang sudah dipotong pada tempat yang berbeda-beda. Tegodek-godek menananmnya di depan rumah sedangkan tetuntel-tuntel dibelakang rumuh dan tegodek-godek membuat peraturan, “sebelum matang kita tidak boleh saling memperlihatkan pohon pisang kita masing-masing” begiti peraturan tegodek godek. Seminggu kemudian, tetuntel-tuntel bertanya kepada tegodek-godek, “tegodek-glodek bagaimana buah pisangmu, sudah matang atau tidak, boleh aku minta aku lapar sekali nih”, tegodek-godek pun menjawab “belum matang, tinggal dua hari lagi keliatannya, kalu kamu bagai mana”. padahal buah pisang yang ditanam tegodek-godek sudah busuk, tapi karena gengsi tegodek-godek tak mau jujur. tegodek-godek pun bertanya balik kepada tetuntel-tuntel “kalau kamu bagaimana”?, tetuntel-tuntel menjawab “sama pisangku juga belum berbuah tapi, pucuknnya sudah ada”.lalu mereka pun balik ketempat tanaman masing masing. Setelah enam bulan kemudian ternyata pohon pisang yang ditanam dan dirawat oleh tetuntel-tuntel sudah berbuah dan matang dan buah pisang yang diambil tegodek-godek busuk tanpa bisa dimakan
Setelah lama berusaha dan merawat pohon pisang yang ditanamnya tiba saatnya tetuntel-tuntel akan memetik hasilnya tapi, tetuntel-tentel tidak bisa memanjat pohon pisang tersebut untuk di ambil buahnya. Dengan cepat tetuntel-tuntel memanggil tegodek-godek untuk meminta bantuan,”tegodek-godek buah pisangku sudah matang tapi, aku tidakbisa memanjat pohonya untuk memetik buahnya dan aku membutuhkan bantuanmu untuk memetik buahnya dan sebagai imbalanya aku kasih kamu sepertiga dari buah pisangku yang sudah matang”. Dengan cepat tegodek-godek loncat dari atas pohon sambil berkata “ow ya ya aku mau menolongmu” lalu tegodek-godek memenjat pohon pisang yang dimiliki tetuntel-tuntel, sesampainya di atas tegodek-godek memetik buah pisang dan memakanya dengan lahap. sedangkan tetuntel-tuntel menunggu untuk dilemparkan buah pisangnya. Dengan nada sendu,  tetuntel-tuntel berkata “tegodek-godek,,,”lempari aku satu buah pisangnya”,” sebentar dulu rasanya ini belum terlalu matang” jawab tegodek-godek membohongi tetuntel-tuntel padahal, pisangnya sudah matang.
Tiga kali sudah tetuntel-tuntel memohon untuk dilemparkan dari atas tapi, jawabanya selalu “pisangmu belum matang” padahal tegodek-godek sudah hampir kenyang. karena kebanyakan memakan buah pisang dan pada akhirnya akibat terlalu kenyang tegodek-godek pun terjatuh, kepalanyapun terbentur batu dan meninggal.
Begitulah cerita kakeku tentang tegodek-godek dan tetuntel-tuntel. Setelah sekarang aku berumur duapuluh tiga tahun berlahan-lahan aku mengerti akan makna filosofis cerita tersebut. Ternyata, kakeku ingin mengajarkan aku bahwa; sabar menikmati peroses kehidupan, tetap berusaha dan jangan sekali-kali aku besar nanti menjadi orang yang rakus dan pada waktu aku berumur duapuluh tiga tahun pula aku memnemukan puisi yang ditulis oleh Ibnu Athaillah yang berbunyi; “Sembunyikan wujudmu pada tanah yang tak dikenal sebab sesuatu yang tumbuh dari biji yang tak ditanam tak berubah sempurna”.

-Irham kampoenk-  
     

3 komentar: